KONVERGENSI EKOSISTEM INDUSTRI DIGITAL UNTUK INDONESIA EMAS 2045
A. Pendahuluan
Perkembangan Indonesia dalam dunia digital bertumbuh sangat cepat. Berdasarkan data yang telah diuraikan dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023 – 2045, terdapat peningkatan pengguna internet di Indonesia dari tahun 2019 sejumlah sekitar 179,1 juta orang, menjadi 210,6 juta orang di tahun 2022. Penyebab utama terjadinya peningkatan signifikan tersebut adalah terjadinya Pandemi Covid-19, yang memaksa masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas dari rumah. Pada situasi itulah, banyak pihak yang memanfaatkan internet sebagai sarana untuk mengoptimalkan aktivitas, mulai dari aktivitas kerja, pendidikan, hiburan hingga belanja. Pada tingkat ASEAN, presentase pertumbuhannya juga tidak jauh berbeda.
Gambar 1. Perbandingan Jumlah Pengguna Internet di Indonesia dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN (dalam juta orang)
Berdasar pada data tersebut, dapat dipahami pula jika Indonesia merupakan pasar yang potensial, khususnya dalam kaitannya dengan pengembangan industri digital. Besarnya potensi yang ada ini, maka pemerintah menyadari pentingnya membingkai dalam sebuah masterplan. Terdapat lima tahapan primer yang menjadi pedoman dalam memperkuat industri digital di Indonesia, dimulai dari (1) konsolidasi industri digital Indonesia pada tahun 2022-2024, dilanjutkan dengan (2) penguatan basis dan akselerasi industri digital hingga tahun 2029, dengan hasil yang diarahkan untuk (3) penguatan kontribusi industri digital dalam pertumbuhan ekonomi hingga 2034, serta dilanjutkan dengan tahapan (4) peningkatan daya saing industri digital, dan tahapan (5) penguasaan pasar dalam negeri dan penjagaan keberlanjutan industri digital nasional yang diarahkan untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Emas pada tahun 2045. Kelima langkah pokok yang ditetapkan tersebut, dimaksudkan untuk mewujudkan misi utama dalam kedaulatan industri digital di Indonesia, yang antara lain:
1. Mendukung transformasi digital sebagai strategi penggerak transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan;
2. Mengembangkan industri digital yang inklusif dan berdaya saing, termasuk pengintegrasian UMKM dalam rantai pasok/nilai digital;
3. Mempercepat pemanfaatan teknologi digital di 6 sektor prioritas, yaitu pemerintahan, pendidikan, kesehatan, pengadaan dan logistik, perdagangan, serta industri;
4. Memperkuat ekosistem digital untuk mendukung peningkatan daya saing industri digital dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
5. Meningkatkan integrasi penerapan digitalisasi secara efektif dan efisien.
Apabila ditelaah lebih lanjut korelasi antara tahapan, misi dan dengan mendasarkan pada materi yang disampaikan oleh Wahyu Wijayanto[1], bahwa muara akhir dalam pembangunan industri digital di Indonesia adalah dengan adanya integrasi penerapan digitalisasi secara efektif dan efisien. Dilakukan integrasi terhadap berbagai bidang, khususnya dalam hal key strategy. Memunculkan Super Platform dan Penguasan kepada BUMN sebagai operating arm, sehingga mampu dilakukan penguasaan pasar dalam negeri. Dapat memberikan surplus pada ekonomi nasional dan industri digital yang berdaulat.
Meskipun demikian, roadmap tersebut masih harus dihadapkan pada serangkaian permasalahan. Mulai dari masih lemahnya investor dalam negeri untuk mendukung penguatan pasar digital, khususnya dalam beberapa aplikasi, seperti Gojek, Tokopedia, Grab, atau lainnya. Ketidakseimbangan infrastruktur di daerah, yang menyebabkan lemahnya akses internet. Masih sekitar 48% daerah rural yang terjangkau internet. Belum lagi persoalan lemahnya keamanan data yang terjadi di Indonesia. Dibuktikan dengan banyaknya kasus penipuan secara daring, sekitar hampir mencapai 1.400 kasus per tahun.
B. Pembahasan
Kondisi permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini, tentu bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan. Harus diakui, rencana yang dilakukan mulai dari 2023 sampai 2045, termasuk kategori rencana pembangunan jangka panjang. Waktu sekitar 22 tahun, untuk membangun Indonesia menjadi daulat industri digital bukanlah hal yang mudah. Apabila dicermati lebih lanjut, dengan mengadopsi dari teori legal system yang diuraikan oleh Friedman[2], setidaknya dalam membangun suatu sistem yang terintegrasi perlu memperhatikan tiga aspek mendasar. Pertama, substansi yaitu tata aturan atau regulasi formal yang dibentuk oleh otoritas berwenang. Aturan ini, tidak sekedar dibentuk, tetapi juga perlu diawasi dan dievaluasi pelaksanaan atau penegakkan hukumnya, serta dilakukan perbaikan atas evaluasi tersebut. Serangkaian peraturan dan kebijakan yang telah dibentuk selama ini, menunjukkan orientasinya pada pembentukan produk hukum baru. Tidak diikuti dengan melakukan evaluasi terhadap produk hukum yang sudah ada. Sebagai contoh, ketika dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU No. 19 Tahun 2016), telah memberikan perlindungan untuk keamanan data pribadi. Namun, justru masih banyak data pribadi yang bocor. Bahkan ketika sudah dikuatkan lagi dengan adanya Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, masih memunculkan persoalan yang sama. Hal ini menunjukkan perlunya ada evaluasi dalam hal penegakkan hukumnya. Bukan sekedar menyusun peraturan baru.
Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Industri Digital, yang akan dicanangkan pada tahun 2023. Diharapkan tidak hanya sekedar aturan tertulis saja, tetapi mampu menjadi jawaban dan benar-benar dilaksanakan secara utuh. Memberikan dasar hukum yang kongkrit dalam pelaksanaan industri digital.
Kedua, struktur yang merupakan kelembagaan. Seolah sudah menjadi suatu “konvensi buruk”, ketika antar lembaga di Indonesia ini lemah dalam hal koordinasi. Menjadi sebuah tantangan besar, ketika dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023 – 2045 (selanjutnya disebut RIPIDI 2023-2024), telah diarahkan untuk membangun integrasi lintas sektoral. Pastinya, perwujudan kedaulatan industri digital ini, tidak hanya dilakukan oleh satu lembaga saja. Harus diakui, sekalipun telah disebutkan dalam RIPIDI 2023-2024, bahwa salah satu potensi kekuatan (strength) yang dimiliki industri digital di Indonesia adalah Kewenangan Pemerintah dalam menata dan mengintervensi pasar, namun masih belum ada bentuk uraian jelas koordinasi lintas lembaganya. Mengingat pula dalam strateginya, yang merupakan key initiatives akan menugaskan BUMN sebagai operating arm, lokomotif dan pioneer.
Ketiga, kultur yaitu budaya atau kebiasaan dari masyarakat. Sebagaimana telah disampaikan, bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat potensial bagi pertumbuhan industri digital. Tingginya pengguna internet yang mencapai 210 juta jiwa, adalah angka yang sangat menggiurkan, apalagi di mata internasional. Ditinjau dari segi penggunaan aplikasi, Indonesia menduduki peringkat kedua dunia untuk pengguna aplikasi Tiktok, sebanyak sekitar 99,1 juta pengguna, Youtube dan Facebook pada posisi ketiga dunia sekitar 129,9 juta pengguna Facebook dan 127 juta pengguna Youtube, serta posisi keempat dunia untuk pengguna Instagram sekitar 99,9 juta pengguna.[3] Kondisi demikian itu, menunjukkan jika telah terjadi pergeseran kebiasaan atau gaya hidup masyarakat. Namun, harus diakui tingkat literasi yang masih rendah mengakibatkan penggunaan internet, khususnya sosial media lebih didominasi pada kegiatan yang sifatnya konsumtif dan hiburan, misalnya hanya dengan melakukan “scroll content” ataupun melakukan belanja online.
Fenomena demikian ini dapat dinilai sebagai sebuah kelemahan dan juga sebagai sebuah kekuatan. Sebagai kelemahan, akan terjadi jika tidak ada upaya secara eksternal (misalnya dari pemerintah dengan dasar kewenangannya) untuk mendorong masyarakat menjadi lebih produktif dan proaktif dalam kegiatan industri digital. Masyarakat justru hanya akan terbuai sebagai konsumen penikmat dan penonton saja, yang justru potensi ekonominya akan lari pada pihak asing. Sebagai sebuah kekuatan, apabila misalnya pemerintah mendorong masyarakatnya untuk pro-aktif dan produktif untuk memasarkan produk, membuat produk digital, ataupun content edukatif / manfaat yang memberikan hasil bagi masyarakat itu sendiri. Keberadaan Satu Data Indonesia dan juga nantinya Super Platform, haruslah benar-benar tersampaikan kepada masyarakat. Bukan sebatas memberikan informasi keberadaannya, tetapi mengarahkan untuk ikut berkontribusi secara langsung. Menjadi tantangan tersendiri untuk mengajak masyarakat, mengingat dengan adanya karakter dan budaya masyarakat Indonesia yang plural.
Gambar 2. Bagan hubungan antara komponen substansi, struktur dan kultur
Penting untuk dipahami,
antara komponen Substansi, Struktur dan Kultur, tidaklah berjalan
sendiri-sendiri. Pada tahap ini, idealnya bukan hanya berbicara mengenai
integrasi. Tetapi perlu ditekankan pada tatanan Konvergensi. Mengingat secara
ontologis, konvergensi[4] merupakan
bentuk penyatuan sistem-sistem, konsepsi, prinsip-prinsip yang sudah ada untuk
kemudian memberikan suatu tatanan baru. Secara aksiologis, memberikan nilai
kemanfaatan pada munculnya suatu sistem harmonis yang dapat menjawab tantangan
dan kebutuhan. Dapat dipahami konvergensi terhadap ekosistem industri digital,
adalah dengan menyatukan segala komponen, baik itu dari perspektif substansi,
struktur dan kultur. Apalagi dalam RIPIDI 2023-2024, maupun yang disampaikan
kegiatan Indonesia Development Forum, mengarahkan pada Industri digital perlu
juga untuk membentuk suatu new economy
yang didukung dengan membangun ekosistem digital di semua bidang, mulai dari
pemerintahan, pendidikan, kesehatan, pengadaan dan perdagangan. Tidak cukup
jika hanya berorientasi pada integrasi, tetapi juga perlu mengarah pada
Konvergensi.[5] Nantinya diharapkan mampu untuk mewujudkan industri digital yang berdaulat, makmur, tangguh, bertumbuh, menuju
Indonesia Emas 2045.
C. Penutup
[1] Selaku Koordinator Ekonomi Kreatif Direktorat Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian PPN/Bappenas dalam Acara Puncak Indonesia Development Forum 2022: Special Edition PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, https://www.youtube.com/watch?v=okNVXUNd1p0. (Diakses pada 19 Desember 2022)
[2] Lawrence M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective (New York: Russell Sage Foundation, 1975).
[3] Lihat pula data yang sudah diuraikan dalam RIPIDI 2023-2024, terhitung per tahun 2022.
[4] Danrivanto Budhijanto, Teori Hukum Konvergensi (Bandung: Refika Aditama, 2014).
[5] Baca juga dalam Zahroni Terbit, “Mastel : Mendesak! Pembentukan UU Konvergensi Telematika Agar Ekosistem Digital Lebih Bermanfaat untuk Negara”, https://www.harianterbit.com/nasional/pr-2742701766/mastel-mendesak-pembentukan-uu-konvergensi-telematika-agar-ekosistem-digital-lebih-bermanfaat-untuk-negara. (diakses 19 Desember 2022).